30.7.13

“Pedagang Kaki Lima dan Asongan -  Riwayatmu kini”

Penertiban pedagang asongan dan kaki lima yang dilakukan baik di atas moda transportasi ‘ular besi’ maupun di sejumlah stasiun seolah menjadi ‘petak umpet’ yang tidak berkesudahan. Persoalan negeri ini antara ingin memperbaiki citra pelayanan yang dihadapkan dengan masalah ekonomi yang menimpa para pedagang kaki lima dan asongan di stasiun kereta api menjadi dilema tersendiri.  

Entah mana yang benar dan salah dari upaya penertiban ini, namun yang menjadi sorotan masyarakat adalah nasib yang kini menimpa para pedagang tersebut. Saat ratusan juta nyawa nyaman berselimut di keheningan malam hingga pagi buta, mereka justru harus berkutat mengisi kantung-kantung uang hasil dagangan. Panca indera mereka dipaksa untuk tetap terjaga untuk dapat bertahan hidup.

Ibu Siti, Pedagang Gorengan Asal Kota Tasikmalaya

Siti, 57 tahun, pedagang asli kota santri, mengaku bahwa ia harus rela antri sedari fajar menyingsing untuk membeli gorengan dari pasar tradisional. Setiap harinya, gorengan berwarna kecoklatan dan berbau gurih tersebut kembali ia jual di Stasiun Tasikmalaya. Kadang laku terjual dan kadang tidak sama sekali. Sungguh tidak menentu.

Selain gorengan, nasi berlauk ayam adalah jenis makanan yang dijajakan oleh para pedagang asongan. Sebagian masih hangat, dan sebagian lain sudah dingin tak membangkitkan selera.


Penjual Nasi Ayam di atas Gerbong Kereta Api
Sekilas tak ada yang mewah dari makanan yang mereka jual. Harganya murah namun mampu mengganjal perut penumpang. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka untuk meraup keuntungan lebih cepat dari peluit kereta yang siap bergegas ditiup petugas stasiun kereta api.

Tak seperti dulu saat mereka dapat turut berjualan di atas kereta dari stasiun ke stasiun, kini para pedagang asongan harus berlari menyerbu gerbong penumpang untuk menjajakan dagangan mereka dengan limit waktu yang singkat. Hitungan menit menjadi amat berharga. Tidak sampai 10 menit mereka harus segera beranjak dari transaksi singkatnya.

Petugas Keamanan Berjaga-jaga di sekitar Stasiun Cipendeuy

‘Kucing-kucingan’ dengan petugas merupakan hal yang biasa. Saat masinis mulai menjalankan kereta api jagoannya, tak jarang mereka kalang kabut dan kelimpungan. Beruntung jika transaksi jualan mereka telah usai. Namun jika transaksi masih berlangsung sedangkan pintu gerbong kereta api harus segera terkunci, maka tak tahu apa yang mereka harus pertaruhkan. Pada akhirnya bunyi peluit petugas keamanan lah yang berlaku tegas memaksa mereka untuk bergegas turun dari singgasana kereta api.

Nasib sama pun menimpa pedagang kaki lima yang menggelar “lapak”nya di sekitar stasiun. Pemilik jongko-jongko liar kini tak lagi menampakan batang hidungnya. Alih-alih takut dengan petugas keamanan di stasiun, mereka lebih memilih untuk menghentikan usaha kecil yang keuntungannya tidak seberapa tersebut. Hanya segelintir jongko yang sudah mengantongi izin resmi lah yang masih bisa bertahan berniaga.

Selamat datang di negeri dengan proses ‘remedial’ citra pelayanan kereta api!


Saya Melakukan Wawancara Langsung Dengan Bu Siti, Pedagang Gorengan di Stasiun Tasikmalaya


As published on INTIMATA e-magz

Photo courtesy :
Photo 1 s.d 3 (Koleksi Pribadi) dan Photo 4 (one of copywriters at INTIMATA e-magz)